Yang pertama adalah
Ashhab al Kahfi. Beliau ini adalah beberapa anak muda yang memiliki keimanan
yang hebat. Keimanan ini hingga mencapai tingkat tiada memiliki ketakutan kecuali
kepada Allah dan sangat meyakini akan adanya hari akhir. Melihat hal ini tentu
dengan membaca surat ini kita dituntut untuk memperkuat ideologi kita.
Sebagaimana yang
digariskan oleh Hadhrotusy Syeikh, acuan idiologi yang kita ikuti adalah
Asy'ariyah sebagai wujud dari manhaj Ahl al Sunnah wa al Jama'ah yang kita
ikuti. Lebih lanjut lagi Hadhrotusy Syeikh meletakkan penguatan idiologi ini
dengan menjadikannya sebagai salah satu ilmu wajib yang harus dikuasai sebagai
muslim.
Yang kedua adalah cerita seorang milyader yang berakhir
bangkrut lagi sengsara lantaran kesombongan dan pengingkarannya terhadap nikmat
Allah yang ada padanya. Dari cerita ini, seorang santri boleh menjadi kaya
namun idiologi, fiqh dan akhlaqnya harus tetap terjaga. Secara idiologi dia harus meyakini bahwa al rozzaq
adalah Allah, kita hanya berusaha dan menerima sehingga syukur menjadi jawaban
atas nikmat yang ada.
Secara fiqh, kekayaan harus dicari dan dibelanjakan dengan
cara yang sesuai dengan syari'at Allah. Dan secara akhlaq, ketergantungan
terhadap harta harus ditiadakan sekalipun hidupnya bergelimang dengan harta
kekayaan.
Inilah urgensi kesatuan tiga ilmu dalam kehidupan kita; tauhid, fiqh dan tasawwuf. Demikianlah yang dituliskan Hadhrotusy Syeikh dalam Adab al Alim wa al Muta'allim.
Yang ketiga adalah cerita Nabi Musa dan Nabi
Khodhir 'alaihima al salam. Beliau bisa diambil spirit dalam tholab al ilm.
Betapa sabarnya Nabi Musa mencari ilmu; perjalanan panjang beliau lakukan
berikut segala rintangan yang ada, betapa sabar beliau mengikuti arahan dan
menerima teguran demi teguran dari sang Guru dan sang Guru pun selalu mengawasi
dan memberi arahan.
Sekalipun cerita ini ditutup dengan perpisahan murid dengan guru namun keduanya adalah tokoh hebat dan panutan umat dengan ragam keilmuan yang berbeda. Keragaman ilmu menjadi informasi penting agar santri tidak segera merasa puas dengan ilmu yang dimilikinya. Ngaji dan ngaji terus dilakukan dimanapun dan kapanpun hingga ajal menjemput kita.
Inilah kiranya yang bisa kita fahami dari ungkapan Hadhrotusy Syeikh yang dikutip oleh M. Asad Syihab dalam karyanya, yaitu:
Jika generasi penerus adalah orang-orang yang bodoh tiada kecakapan baginya maka umat akan binasa tiada kebaikan baginya. Umat ini bisa menjadi baik hanya dengan ilmu.
Yang ke empat adalah cerita Dzul Qornain. Beliau
ini adalah sosok pemimpin yang baik lahi adil; pemimpin yang melindungi dan
membela kaum lemah lago teraniaya; pemimpin yang dengan ikhlas tanpa pamrih menghilangkan
mara bahaya yang mengancam rakyatnya.
Dari kisah ini, seorang santri bukan pantangan baginya untuk penjadi seorang pemimpin atau pejabat. Asal idiologi masih kuat, fiqh masih menjadi landasan kebijakan dan akhlaq masih menjadi prioritas yang dikedepankan maka dia sangat layak menempati jabatan apapun.
Mari membaca surat hebat ini, fahami maknanya dan temukan inspirasinya. Li Hadhrotisy Syaikh KH. M. Hasyim Asy'ari wa Ushulih wa Furu'ih wa Masyayikh Tebuireng al Fatihah.
Achmad Roziqi
0 Komentar