Hadhrotusy Syeikh KH. M. Hasyim Asy'ari dan Surat al Kahfi

 


Oleh Ahmad Roziqi, Kepala Madrasah Aliyah Tebuireng

Sudah menjadi tradisi bagi santri Tebuireng untuk berziarah ke maqbaroh Hadhrotusy Syeikh KH. M. Hasyim Asy'ari. Sejak dulu hingga hari ini tradisi itu tetap terjaga. Dan masyhur dikalangan santri Tebuireng bahwa sowan Muassis yang terbaik adalah dengan membaca surat al Kahfi. Hal ini tentu berdasar cerita dari generasi ke generasi.

Yang pertama adalah Ashhab al Kahfi. Beliau ini adalah beberapa anak muda yang memiliki keimanan yang hebat. Keimanan ini hingga mencapai tingkat tiada memiliki ketakutan kecuali kepada Allah dan sangat meyakini akan adanya hari akhir. Melihat hal ini tentu dengan membaca surat ini kita dituntut untuk memperkuat ideologi kita.

Sebagaimana yang digariskan oleh Hadhrotusy Syeikh, acuan idiologi yang kita ikuti adalah Asy'ariyah sebagai wujud dari manhaj Ahl al Sunnah wa al Jama'ah yang kita ikuti. Lebih lanjut lagi Hadhrotusy Syeikh meletakkan penguatan idiologi ini dengan menjadikannya sebagai salah satu ilmu wajib yang harus dikuasai sebagai muslim.

Yang kedua adalah cerita seorang milyader yang berakhir bangkrut lagi sengsara lantaran kesombongan dan pengingkarannya terhadap nikmat Allah yang ada padanya. Dari cerita ini, seorang santri boleh menjadi kaya namun idiologi, fiqh dan akhlaqnya harus tetap terjaga. Secara idiologi dia harus meyakini bahwa al rozzaq adalah Allah, kita hanya berusaha dan menerima sehingga syukur menjadi jawaban atas nikmat yang ada.

Secara fiqh, kekayaan harus dicari dan dibelanjakan dengan cara yang sesuai dengan syari'at Allah. Dan secara akhlaq, ketergantungan terhadap harta harus ditiadakan sekalipun hidupnya bergelimang dengan harta kekayaan.

Inilah urgensi kesatuan tiga ilmu dalam kehidupan kita; tauhid, fiqh dan tasawwuf. Demikianlah yang dituliskan Hadhrotusy Syeikh dalam Adab al Alim wa al Muta'allim.

Yang ketiga adalah cerita Nabi Musa dan Nabi Khodhir 'alaihima al salam. Beliau bisa diambil spirit dalam tholab al ilm. Betapa sabarnya Nabi Musa mencari ilmu; perjalanan panjang beliau lakukan berikut segala rintangan yang ada, betapa sabar beliau mengikuti arahan dan menerima teguran demi teguran dari sang Guru dan sang Guru pun selalu mengawasi dan memberi arahan.

Sekalipun cerita ini ditutup dengan perpisahan murid dengan guru namun keduanya adalah tokoh hebat dan panutan umat dengan ragam keilmuan yang berbeda. Keragaman ilmu menjadi informasi penting agar santri tidak segera merasa puas dengan ilmu yang dimilikinya. Ngaji dan ngaji terus dilakukan dimanapun dan kapanpun hingga ajal menjemput kita.

Inilah kiranya yang bisa kita fahami dari ungkapan Hadhrotusy Syeikh yang dikutip oleh M. Asad Syihab dalam karyanya, yaitu:

لا خير في أمة إذا كان أبناؤها جهلاء ولا تصلح أمة إلا بالعلم

Jika generasi penerus adalah orang-orang yang bodoh tiada kecakapan baginya maka umat akan binasa tiada kebaikan baginya. Umat ini bisa menjadi baik hanya dengan ilmu.


Yang ke empat adalah cerita Dzul Qornain. Beliau ini adalah sosok pemimpin yang baik lahi adil; pemimpin yang melindungi dan membela kaum lemah lago teraniaya; pemimpin yang dengan ikhlas tanpa pamrih menghilangkan mara bahaya yang mengancam rakyatnya.

Dari kisah ini, seorang santri bukan pantangan baginya untuk penjadi seorang pemimpin atau pejabat. Asal idiologi masih kuat, fiqh masih menjadi landasan kebijakan dan akhlaq masih menjadi prioritas yang dikedepankan maka dia sangat layak menempati jabatan apapun.

Mari membaca surat hebat ini, fahami maknanya dan temukan inspirasinya. Li Hadhrotisy Syaikh KH. M. Hasyim Asy'ari wa Ushulih wa Furu'ih wa Masyayikh Tebuireng al Fatihah.

Achmad Roziqi

Posting Komentar

0 Komentar