Surat Refleksi dari Corona
Oleh:
Mohammad Faqih Bramasta
Pandemi telah berjalan berbulan - bulan dengan korban ribuan nyawa. Jumlah pasien terkonfirmasi positif kian merajalela. Para tenaga medis ikut berjuang di garda terdepan dengan mengorbankan jiwa. Para pemimpin terus bersosialisasi demi keselamatan warganya. Namun itu semua belum cukup menjadi peringatan bagi para warga. Semua masih beraktivitas tanpa mengindahkan kebijakan sang pemimpin bangsa. Tidak sadarkah kita, bahwa pandemi adalah surat refleksi dari corona. Mengapa kita harus menjaga jarak antara satu dan lainnya? Mengapa kita harus menggunakan masker ketika melontarkan kata?
Surat refleksi dari corona. Masker menjadi barang yang wajib digunakan tatkala bertegur sapa. Batuk dan bersin menjadi objek curiga. Jangan - jangan ada cairan keluar yang mengenai kita. Cairan tersebut droplet namanya. Droplet menjadi media ampuh dalam menginfeksi setiap jiwa. Masuk ke paru mencekik nafas tak memandang siapa. Mengakibatkan diare tatkala masuk ke dalam usus manusia. Mulut dan hidung menjadi jalan akses utama. Bukankah baginda Nabi sudah mengarahkan kita? Inilah tuntunan yang nyata,
Sunan Ibnu Majah: 3961
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ عَنْ أَبِي حَصِینٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَیْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللهَِّ صَلَّى اللهَُّ عَلَیْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ یُؤْمِنُ بِاللهَِّ وَالْیَوْمِ الْآخِرِ فَلْیَقُلْ خَیْرًا أَوْ لِیَسْكُت
"Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakr] telah menceritakan kepada kami [Abu Al Ahwash] dari [Abu Al Hashin] dari [Abu Shalih] dari [Abu Hurairah] dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya berkata baik atau diam."
Banyak sekali sabda nabi yang senada, dengan berbagai macam periwatannya. Mulai dari Shohih Bukhori: 5994 hingga Musnad Darimi: 1948 ikut mengambil porsinya. Bahkan arbain nawawi menempatkan hadits ini dalam urutan ke 15 dalam susunannya.
Surat refleksi dari corona. Bukankah pandemi ini untuk mengingatkan kita betapa pentingnya menjaga lisan manusia. Tidak berbicara kecuali ada urgensinya. Mau bercerita ketika ada manfaatnya saja. Dengan meminimalisir penggunaan lisan, bukankah kita bisa lebih leluasa dari tidak terpapar virus corona? Bukankah demikian itu sudah ada dalam tuntunan agama? lantas mengapa kita tidak mengindahkannya? Kita terus saja berbicara kapan dan dimanapun berada, tidak ada manfaatnya pula. Padahal quotes "Diam itu emas" sudah berada di luar kepala, namun sayang nol besar dalam pengaplikasikannya. Lantas bukan berarti kita tak butuh masker yang menempel di muka. Science dan agama harus berjalan bersama.
Surat refleksi dari corona. Kini bersin menjadi hal yang penuh curiga. Tatkala orang lain bersin, kita selalu bertanya tanya. Jangan jangan corona? Jangan jangan dia menulari kita? Padahal tatkala mendengarkan orang bersin adalah kewajiban kita untuk mendoakannya, sebagaimana sabda baginda dalam Musnad Ahmad: 17773
حَدَّثَنَا بَهْزٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْأَشْعَثُ بْنُ سُلَیْمٍ عَنْ مُعَاوِیَةَ بْنِ سُوَیْدِ بْنِ مُقَرِّنٍ عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ أَمَرَنَا رَسُولُ اللهَِّ صَلَّى اللهَُّ عَلَیْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ وَنَهَانَا عَنْ سَبْعٍ قَالَ فَذَكَرَ مَا أَمَرَهُمْ مِنْ عِیَادَةِ الْمَرِیضِ وَاتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ وَتَشْمِیتِ الْعَاطِسِ وَرَدِّ السَّلَامِ وَإِبْرَارِ الْمُقْسِمِ وَإِجَابَةِ الدَّاعِي وَنَصْرِ الْمَظْلُومِ وَنَهَانَا عَنْ آنِیَةِ الْفِضَّةِ وَعَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ أَوْ قَالَ حَلْقَةِ الذَّهَبِ وَالْإِسْتَبْرَقِ وَالْحَرِیرِ وَالدِّیبَاجِ وَالْمِیثَرَةِ وَالْقَسِّيِّ شَْعَثِ الْأ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنِ بْنِ سُلَیْمٍ فَذَكَرَ مَعْنَاهُ إِلَّا أَنَّهُ قَالَ تَشْمِیتِ الْعَاطِسِ
Telah menceritakan kepada kami [Bahz] Telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] Telah menceritakan kepada kami [Al Asy'ats bin Sulaim] dari [Mu'awiyah bin Suwaid bin Muqarrin] dari [Al Baraa` bin 'Azib] ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kami untuk melaksanakan tujuh perkara dan juga melarang kami dari tujuh perkara. Barra' bin Azib pun menyebutkan perkara-perkara yang diperintahkan beliau, yaitu, Mengunjungi orang sakit, mengikuti jenazah, mendoakan orang bersin, memenuhi sumpah, memenuhi panggilan serta menolong orang yang terzhalimi. Kemudian beliau melarang kami, memakai peralatan makan yang terbuat dari emas, serta cincin dari emas, atau memakai sutra baik itu yang diistilahkan Ad Diibadz (satu macam baju yang mahal dari sutra), Al Mitsarah (sesuatu yang terbuat dari sutra), maupun Al Qossiy (baju yang terpintal dari sutra). Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ja'far] Telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dari [Asy'ats bin Sulaim] dan ia pun menyebutkan maknanya. Hanya saja ia berkata; "Mendoakan yang bersin."
Tidak hanya itu saja, dalam Shohih Muslim i ada hadis yang serupa, 3848 nomor urutnya. Apakah corona ini menjadi pengingat atas kelalaian terhadap kewajiban kita ? Atau justeru corona ini menjadi adzab atas kelalaian kita ? Tentu yang jelas, kini bersin bukanlah lagi alhamdulillah melainkan Innalillahi bagi kita.
Surat refleksi dari corona. Teguran ini sungguh nyata adanya. Atas perbuatan kita yang kurang berhati hati dalam bertutur kata dan lalai tidak mendoakan orang bersin di sekitar kita. Marilah kita merealisasikan tuntunan agama dan sekaligus mengindahkan instruksi penguasa. Semua itu demi keselamatan diri kita.
1 Komentar
Jadi gini to..
BalasHapus